18 February 2008

Pandangan Terhadap Kepala Sekolah

Ayah saya seorang kepala sekolah. Beliau baru saja naik "tahta" selama 1 semester. Saya sering sekali berdiskusi mengenai kondisi sekolah beserta romantikanya. Tentu saja ini versi kepala sekolah. Dulu pun beliau seorang guru, jelas pula pernah merasakan dipimpin seorang kepala sekolah. Diskusi dengan ayah saya menyadarkan diri saya bahwa menjadi seorang kepala sekolah tidaklah mudah. Banyak tantangan yang dihadapi.

Permasalahan utama berasal dari guru. Dalam satu sekolah minimal terdapat 6 - 50 orang guru tergantung dari satuan pendidikannya. Namun permasalahan yang dihadapi hampirlah serupa. Kepala sekolah sering dihadapkan pada guru yang tidak kompeten serta guru yang tidak disiplin. Melihat hal tersebut tentulah kepala sekolah mempunyai sikap suka dan tidak suka terhadap seseorang. Akhirnya kepala sekolah cenderung "dekat" dengan guru tertentu saja yang dianggap sejalan dengan visi dan misinya. Kebijakannya pun cenderung menguntungkan guru tertentu saja. Hal ini menyebabkan guru menganggap kepala sekolah bertindak tidak adil. Kepala sekolah sebenarnya menginginkan dekat dengan siapapun namun dorongan rasa suka dan tidak suka membuat pilihannnya jatuh kepada pertimbangan hati bukan otak.
Kepala sekolah yang sangat disiplin malah kurang disukai sebagian besar guru. Hal ini jelas karena sebagian besar guru di Indonesia bukan golongan orang-orang yang terbiasa dengan disiplin ketat. Padahal disiplin merupakan modal penting dalam meningkatkan kemajuan sekolah. Untunglah di Indonesia tak banyak juga kepala sekolah yang menerapkan disiplin ketat. Alih-alih malah bertindak tebang pilih dalam penegakan disiplin. Terkadang karena alasan lebih senior, kepala sekolah jarang menegur guru yang lebih tua. Sebaliknya, guru-guru yang masih muda sering mendapat jatah teguran. Selain itu, guru muda sering mendapatkan tugas-tugas tambahan sehingga beban kerja antara guru muda dengan guru senior sering timpang.
Isu seputar kepala sekolah tak berhenti sampai pada permasalahan penegakan disiplin. Hal lain yang hangat dibicarakan adalah transparansi penggunaan dana. Seringkali sekolah mendapatkan bantuan ratusan juta namun hasilnya tak sebanding dengan uang yang diterima. Pembangunan gedung sering disebut-sebut sebagai tambang emas kepala sekolah untuk memperkaya diri. Persangkaan ini memang cukup marak berkembang di sela pembicaraan para guru. Benar atau tidaknya hanya Tuhan yang mengetahui. Namun akar permasalahannya justru pada kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Kepala sekolah yang jujur tapi tak mampu membuat satu kebijakan yang transparan dan akuntabel alias acak-acakan dan amburadul adalah sasaran empuk buruk sangka bawahannya.
Kepala sekolah hanyalah satu orang sehingga tak mungkin membuat semua guru menyenanginya. Guru mempunyai kriteria tertentu mengenai kepala sekolah yang baik. Tak semua harapan guru bisa berada di tangan seorang kepala sekolah. Pegangan utama seorang kepala sekolah adalah peraturan dan hati. Pikirkan dengan otak, renungkan dengan hati dan lakukan dengan bijak.